TSWoTUOlTUW7TSW8TUGpTpW8Ti==
Breaking
News

Program Aplikasi “Belo Bergerak” Disorot: Dana Rp60 Juta Diduga Mubazir, LHI Desak Audit

Font size
Print 0
Foto Ilustrasi 

Rilis Info News -  Program digitalisasi desa melalui aplikasi layanan publik “Belo Bergerak” yang baru saja diluncurkan Pemerintah Desa Belo, Kecamatan Ganra, Kabupaten Soppeng, kini menuai sorotan keras. Alih-alih menjadi terobosan pelayanan publik, aplikasi ini justru memicu pertanyaan besar terkait transparansi dan efektivitas penggunaannya.

Ketua Investigasi dan Monitoring Lembaga Ham Indonesia (LHI) Soppeng, Mahmud Cambang, mendesak Inspektorat Daerah segera melakukan audit terbuka atas anggaran yang dikucurkan untuk proyek tersebut. Bahkan, ia meminta Kejaksaan Negeri Soppeng turun tangan menelusuri dugaan penyimpangan anggaran dana desa, khususnya pada program serupa yang sudah pernah digelontorkan di tahun 2018–2019.

“Anggaran sebesar Rp60 juta untuk sebuah aplikasi desa jelas tidak masuk akal. Ini harus diaudit, jangan sampai semangat digitalisasi hanya jadi alasan untuk menguras dana desa,” tegas Mahmud.

Ironisnya, meski digadang-gadang sebagai inovasi pelayanan publik, warga Desa Belo justru mengaku tidak pernah mengetahui apalagi merasakan manfaat aplikasi tersebut.

“Iye, saya tidak tahu-menahu tentang itu. Kalau ada urusan, tetap saja kami ke kantor desa,” ungkap salah satu warga.

Kepala Desa Belo, Wahyu Asharie A., S.IP., saat dikonfirmasi mengklaim program ini lahir melalui musyawarah desa dan dianggarkan pada tahun 2024 menggunakan dana desa lebih dari Rp50 juta.

Menurutnya, aplikasi itu bertujuan mendukung pelayanan administrasi online, pengaduan masyarakat, hingga marketplace UMKM desa. Namun, klaim tersebut masih dipertanyakan efektivitasnya, mengingat jejak program digital serupa di desa sebelumnya dinilai tak bermanfaat dan mangkrak.

Berdasarkan informasi yang beredar, proyek pengembangan aplikasi ini melibatkan pihak ketiga yang sama dengan program sebelumnya. Dugaan persekongkolan pun menyeruak, terlebih adanya isu fee atau potongan tertentu yang diduga mengalir ke oknum pejabat terkait dari nilai proyek.

Sejumlah pemerhati kebijakan publik menilai nominal Rp60 juta terlalu fantastis, apalagi di tengah tuntutan efisiensi dana desa untuk kebutuhan yang lebih mendesak bagi masyarakat. Padahal, di banyak desa lain aplikasi serupa bisa dibangun dengan biaya jauh lebih rendah, bahkan ada yang menggunakan platform open-source tanpa harus menguras dana besar.

Hingga kini, transparansi penggunaan anggaran aplikasi “Belo Bergerak” belum sepenuhnya dijelaskan ke publik. Padahal, sesuai prinsip akuntabilitas, setiap rupiah dana desa wajib bisa dipertanggungjawabkan.

Tanpa kejelasan manfaat nyata bagi masyarakat, proyek digitalisasi ini berpotensi menjadi beban dan menambah daftar panjang dugaan permainan anggaran desa.

Program Aplikasi “Belo Bergerak” Disorot: Dana Rp60 Juta Diduga Mubazir, LHI Desak Audit
Check Also
Next Post

0Comments

Link copied successfully