Rilis Info News - Data alokasi dana desa dari sistem SIKD Next Generation tahun 2025 mengungkap ketimpangan mencolok dalam distribusi dana ke desa-desa di Kabupaten Soppeng. Dari total 49 desa, perbedaan antara penerima dana tertinggi dan terendah sangat signifikan menyisakan banyak tanya soal keadilan dan transparansi.
Desa Timusu (731202009) dan Macile (7312042008) mencatat anggaran tertinggi, masing-masing lebih dari Rp1,2 miliar, berkat tambahan dari alokasi kinerja sebesar Rp206 juta. Di sisi lain, desa-desa seperti Tetewatu (7312032006) dan Tinco (7312082004) hanya mengantongi sekitar Rp687 juta dan Rp746 juta, tanpa sedikit pun sentuhan alokasi afirmasi atau kinerja.
Kemana Hilangnya Alokasi Afirmasi?
Yang paling mencolok adalah kolom "Alokasi Afirmasi" yang kosong total. Tak satu pun desa di Soppeng menerima dana afirmasi — padahal skema ini dirancang untuk memberi perhatian khusus kepada desa-desa tertinggal, terpencil, atau rawan.
“Kalau tak ada satu desa pun yang lolos kriteria afirmasi, ini patut dicurigai. Apakah kriterianya terlalu sempit, atau ada ketertutupan dalam proses seleksi?” ujar perwakilan salah satu LSM di Soppeng, Sabtu (26/7/2025).
Dana Kinerja: Eksklusif untuk Segelintir Desa
Dari 49 desa, hanya 12 yang mendapat tambahan dari alokasi kinerja — semuanya persis sebesar Rp206.808.000. Anehnya, tidak ada informasi publik yang menjelaskan apa indikator atau mekanisme penilaian yang digunakan.
Beberapa desa penerima kinerja seperti Lompulle, Mariorilau, Palangiseng, dan Labokong tercatat mendapat dana tersebut. Namun desa lain dengan alokasi dasar dan formula tinggi, seperti Bariengeng dan Goarie, justru tidak mendapatkan insentif ini. Mengapa?
Transparansi Dipertanyakan
Minimnya penjelasan mengenai rumus formula alokasi serta nihilnya informasi terkait distribusi dana afirmasi dan kinerja memperlihatkan krisis transparansi dan akuntabilitas. Padahal, dana desa merupakan salah satu instrumen vital untuk membiayai pembangunan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan di wilayah perdesaan.
Desakan Audit dan Penyelidikan Independen
Pakar kebijakan anggaran dan organisasi masyarakat sipil kini mendorong dilakukan audit menyeluruh dan independen atas pola distribusi dana ini.
“Tanpa keterbukaan soal metode dan kriteria alokasi, wajar publik mempertanyakan: apakah ini sekadar kelalaian administratif, atau justru bagian dari pola ketidakadilan struktural yang disengaja?” ujar salah satu warga.
Berita ini disusun berdasarkan data resmi dari sistem SIKD Next Generation tahun 2025. Redaksi membuka ruang bagi klarifikasi dari pihak terkait agar masyarakat mendapat informasi yang utuh dan berimbang.
(A1R/Tim)

0Comments